See: Poliyama

Bintang de'uyito-yito benda langit u mondo ma'o memancarkan cahaya wolo tilango yang disebabkan ole reaksi fusi nuklir yang menghasilkan energi u hemo terjadi to intinya.[1] Polele da'a mayi uwito 'bintang semu' diila muali bintang, tetapi planet yang memantulkan tilango ode londo bintang lain wau pobilohe mayi bercahaya di langit madelo tuwawu bintang.

Daerah pembentuk-bintang di Awan Magellan Besar.
Gambar warna-palsu dari Matahari, bintang deret utama tipe-G yang terdekat ke Bumi

Menurut ilmu astronomi, definisi bintang de uyito-yito:[2]

Ngaa'ami benda masif (bermassa antara 0,08 hingga 200 massa matahari) yang sedang wawu pernah melangsungkan pomandu ma'o energi melalui reaksi fusi nuklir.

ole sababu uwito bintang katai putih dan bintang neutron yang sudah diila menghasilkan energi tetap musi poele mao madelo bintang. Bintang terdekat dengan Bumi uwito Matahari pada jarak sekitar 149,680,000 kilometer, lapatao oleh Proxima Centauri dalam rasi bintang Sentaurus berjarak sekitar empat tahun cahaya.[1]

Sejarah pengamatan

boli'a

Bintang-bintang boito menjadi bagian dari setiap kebudayaan. Bintang-bintang digunakan dalam praktik-praktik keagamaan, dalam navigasi, wau bercocok tanam. Kalender Gregorian, yang digunakan hampir di ngaamia bagian dunia, adalah kalender Matahari, mendasarkan diri pada posisi Bumi relatif terhadap bintang terdekat, Matahari.[3]

Astronom-astronom awal smadelo Tycho Brahe berhasil mengenali ‘bintang-bintang baru’ di langit (kemudian dinamakan novae) menunjukkan bahwa langit tidaklah kekal. Pada 1584 Giordano Bruno polelea bahwa bahwa bintang-bintang sebenarnya adalah Matahari-matahari lain, wau mungkin saja memiliki planet-planet seperti Bumi di dalam orbitnya,[4] ide yang telah diusulkan sebelumnya ole botia filsuf-filsuf Yunani kuno seperti Democritus dan Epicurus.[3] Pada abad berikutnya, ide bahwa bintang uwito Matahari yang jauh mencapai konsensus di antara para astronom. Untuk penjelasan liyo mao mayilongola bintang-bintang ini diila memberikan tarikan gravitasi pada tata surya, Isaac Newton mengusulkan bahwa bintang-bintang terdistribusi secara merata di seluruh langit, sebuah ide yang berasal dari teolog Richard Bentley.[2]

Astronom Italia Geminiano Montanari merekam adanya perubahan luminositas pada bintang Algol pada 1667. Edmond Halley menerbitkan pengukuran pertama gerak diri dari sepasang bintang “tetap” dekat, memperlihatkan bahwa mereka berubah posisi dari sejak pengukuran yang dilakukan Ptolemaeus wau Hipparchus. Pengukuran langsung jarak bintang 61 Cygni dilakukan pada 1838 oleh Friedrich Bessel menggunakan teknik paralaks.[5]

William Herscheluwito olo astronom pertama yang mencoba menentukan distribusi bintang di langit. Selama tawunu 1780an tiyo melakukan pencacahan di sekitar 600 daerah langit berbeda. Lapatao kemudian menyimpulkan bahwa jumlah bintang bertambah secara tetap ke suatu arah langit, uwito pusat galaksi Bima Sakti. Putranya John Herschel mengulangi pekerjaan yang sama di hemisfer langit sebelah selatan dan menemukan hasil yang sama.[5] Selain itu William Herschel juga menemukan bahwa beberapa pasangan bintang bukanlah bintang-bintang yang secara kebetulan berada dalam satu arah garis pandang, melainkan mereka memang secara fisik berpasangan membentuk sistem bintang ganda.

Penamaan

boli'a

Konsep rasi bintang telah dikenal sejak zaman Babilonia. Para pengamat langit kuno membayangkan pola tertentu terbentuk oleh susunan bintang yang menonjol, wau menghubungkannya dengan aspek tertentu dari alam atau mitologi mereka. Dua belas dari susunan ini terletak pada garis ekliptika dan menjadi dasar bagi astrologi. Banyak pula bintang-bintang individu yang menonjol diberi nama tersendiri, khususnya dengan penamaan Arab mealo Latin.

Sebagaimana beberapa rasi bintang tertentu wau matahari, beberapa bintang juga memiliki mitologinya sendiri.[6] Bagi orang Yunani kuno, beberapa "bintang", yang dikenal sebagai planet ( [planētēs], pengembara), mewakili berbagai dewa penting mereka yang menjadi sumber nama bagi planet Merkurius, Venus, Mars, Jupiter dan Saturnus.[6] Uranus wau Neptunus juga uwito dewa-dewa Yunani wau Romawi, tetapi belum dikenal pada masa kuno karena sinarnya yang redup. Nama keduanya diberikan oleh para astronom berikutnya.

Kira-kira tawunu 1600, nama rasi bintang digunakan untuk menamakan bintang-bintang dalam wilayah langitnya. Astronom Jerman Johann Bayer menciptakan serangkaian peta bintang yang menggunakan huruf Yunani sebagai nama bagi bintang-bintang pada tiap rasi bintang. Setelah itu sistem penomoran berdasarkan asensio rekta bintang diciptakan oleh John Flamsteed dan ditambahkan ke katalog bintang dalam bukunya "Historia coelestis Britannica" (edisi tahun 1712). Sistem penomoran ini nantinya akan dikenal sebagai Penamaan Flamsteed mealo Penomoran Flamsteed.[7][8]

To tuwawunya otoritas yang diakui secara internasional dalam penamaan benda angkasa adalah Persatuan Astronomi Internasional (International Astronomical Union, IAU). Terdapat sejumlah perusahaan swasta yang menjual nama-nama bintang, yang menurut Perpustakaan Britania merupakan perusahaan komersial tak teregulasi. Namun IAU telah memutuskan hubungan dengan praktik komersial ini, wau nama-nama tersebut tidak diakui wau tidak dipergunakan oleh IAU.[8] Salah satu perusahaan penamaan yang demikian uyito-yito International Star Registry (ISR) yang pada tahun 1980-an dituduh melakukan praktik penipuan karena membuat seolah-olah nama-nama yang mereka berikan resmi. Praktik ISR yang sudah berhenti ini secara informal dilabeli sebagai penipuan wawu kecurangan, wau Departemen Urusan Konsumen Kota New York menerbitkan sebuah peringatan bagi ISR karena melakukan praktik dagang yang menyesatkan.

Referensi

boli'a
  1. 1,0 1,1 DInwiddle, Robert (2012). Universe-The Definitive Visual Guide. London: Sarah Larter. hlm. 232. ISBN 978-1-4093-7650-7. 
  2. 2,0 2,1 Hoskin, Michael (1998). "The Value of Archives in Writing the History of Astronomy". Space Telescope Science Institute. Diakses tanggal 2006-08-24. 
  3. 3,0 3,1 "Exoplanets". ESO. 24 Juli, 2006. Diakses tanggal 2006-10-11.  Templat:Pranala mati
  4. Drake, Stephen A. (17 Agustus, 2006). "A Brief History of High-Energy (X-ray & Gamma-Ray) Astronomy". NASA HEASARC. Diakses tanggal 2006-08-24. 
  5. 5,0 5,1 Proctor, Richard A. (1870). "Are any of the nebulæ star-systems?". Nature: 331–333. 
  6. 6,0 6,1 Coleman, Leslie S. "Myths, Legends and Lore". Frosty Drew Observatory. Diakses tanggal 2012-06-15. 
  7. "Naming Astronomical Objects". International Astronomical Union (IAU). Diakses tanggal 2009-01-30. 
  8. 8,0 8,1 "Naming Stars". Students for the Exploration and Development of Space (SEDS). Diakses tanggal 2009-01-30.